Senin, 30 Januari 2012

Ciri-ciri Orang Menderita Penyakit Usus Buntu




Mungkin dari sebagian orang masih belum mengetahui apakah yang di maksud dengan penyakit usus buntu.
Usus buntu adalah usus yang menggantung alias buntu tidak tersambung dengan bagian lain. Meski begitu usus buntu ini punya fungsi sebagai rumah bakteri baik yang mana jika bakteri baik dalam tubuh terjaga maka kekebalan tubuh juga akan terjaga.

Gejala utamanya adalah sakit di bagian perut. Lokasi nyeri yang muncul mungkin akan bervariasi, hal ini tergantung pada usia dan posisi usus buntu. Pada anak kecil atau perempuan hamil, sakit yang muncul mungkin berada di tempat berbeda.

Kadang ketika perut sakit orang jarang yang berpikir itu usus buntu tapi menduganya maag. Tapi sebenarnya gejala radang usus buntu sangat khas.

Ciri-ciri penderita usus buntu, yaitu:

* Rasa sakit yang dimulai di sekitar pusar dan sering juga di bagian bawah kanan perut.
* Rasa sakit akan semakin terasa selama beberapa jam.
* Rasa sakit akan semakin timbul jika daerah perut bagian kanan bawah ditekan dan kemudian tekanan dengan cepat dilepaskan.
* Nyeri yang memburuk ketika sedang batuk, berjalan atau melakukan gerakan lain yang mengguncang tubuh.
* Kehilangan nafsu makan
* Mual dan muntah karena adanya hambatan pada usus.
* Demam
* Sembelit
* Ketidakmampuan untuk membuang gas.
* Diare
* Perut yang terlihat membengkak




Penyebab usus buntu:
Radang usus buntu terjadi karena adanya penyumbatan dari sisa-sisa makanan yang berupa tinja atau feses. Sisa-sisa makanan dan tinja yang mengeras akan terjebak di lubang rongga sehingga menimbulkan penyumbatan. Penyumbatan ini membuat bakteri atau virus terperangkap di dalam usus buntu sehingga bisa memicu terjadinya infeksi. Nah, infeksi inilah yang membuat radang usus buntu.

Konsumsi cabai atau jambu beserta bijinya seringkali tidak tercerna dengan baik, sehingga masuk ke dalam saluran usus buntu sebagai benda asing.

Makanya untuk mencegah peradangan usus buntu disarankan sering mengonsumsi makanan berserat seperti sayuran dan buah. Hal ini karena serat yang dikonsumsi bisa membantu proses pencernaan dan mencegah tinja terlalu lama berada di dalam usus.

Diagnosa
Dr. A. Sigit Tjahyono, Sp.B, Sp.BTKV(K) menuturkan pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosisnya adalah anamnesis (tanya jawab) yang dilengkapi tes penunjang seperti urinalisa (untuk membedakan dengan penyakit lain seperti batu kandung kemih) dan USG (untuk melihat usus buntu yang terinfeksi misalnya bengkak atau ada cairan).

Jika radang usus buntunya kronis, maka gejala nyeri perut yang dirasakan ringan atau bahkan hanya merasa mual saja. Namun jika sudah akut, maka akan terasa sakit di ulu hati yang disertai mual dan muntah. Dalam waktu 24 jam biasanya terasa demam dan baru muncul sakit yang menetap pada perut kanan bawah.Untuk radang usus buntu akut, tindakan operasi perlu segera dilakukan mengingat adanya kemungkinan pecahnya usus buntu. Sedangkan untuk usus buntu kronis waktu operasinya masih bisa ditunda tergantung dari kondisi pasien, namun disarankan untuk tidak terlalu lama menundanya.

Sumber:
bLog - Cara Menjadi Sehat

Minggu, 29 Januari 2012

Wanita Pembenci Rasulullah

Bismillahirr Rahmanirr Rahim ...

Tersebutlah seorang wanita tua yang sedang melintasi gurun pasir dengan membawa beban yang berat. Walaupun tampak sangat kepayahan, namun ia tetap berusaha membawa barang bawaannya dengan sekuat tenaga. Tak lama kemudian, seorang laki-laki muda datang dan menawarkan diri untuk mengangkat bawaannya. Wanitu malang itu menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Laki-laki itu pun mengangkat bawaannya kemudian mereka berjalan beriringan.

“Senang sekali kamu mau membantu dan menemani, saya sangat menghargainya”, kata wanita itu. Ternyata ia adalah seorang wanita yang senang berbicara. Laki-laki itu pun dengan sabar mendengarkan sambil tersenyum tanpa pernah menginterupsinya. Suatu saat dia berkata pada laki-laki tersebut, “Anak muda, selama kita berjalan bersama, saya hanya punya satu permintaan. Jangan berbicara apapun tentang Muhammad! Gara-gara dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya sangat terganggu dengan pemikirannya. Jadi sekali lagi, jangan berbicara apapun tentang Muhammad!”.

Dia lalu melanjutkan lagi, “Orang itu benar-benar membuat saya kesal. Saya selalu mendengar nama dan reputasinya kemanapun saya pergi. Dia dikenal berasal dari keluarga dan suku yang terpercaya, tapi tiba-tiba dia memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwa tuhan itu satu.”

“Dia menjerumuskan orang yang lemah, orang miskin, dan budak-budak. Orang-orang itu berpikir mereka akan dapat menemukan kekayaan dan kebebasan dengan mengikuti jalannya,” wanita itu melanjutkan dengan kesal. “Dia merusak anak-anak muda dengan memutarbalikkan kebenaran. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka kuat dan bahwa ada suatu tujuan yang bisa diraih. Jadi anak muda, jangan sekali-kali kamu berbicara tentang Muhammad!”

Tak lama kemudian, mereka sampai ke tempat tujuan. Laki-laki itu menurunkan barang bawaannya. Wanita tua itu menatapnya sambil tersenyum penuh terima kasih. “Terima kasih banyak, anak muda. Kamu sangat baik. Kemurahan hati dan senyuman kamu itu sangat jarang saya temukan. Biarkan saya memberi kamu satu nasihat. Jauhi Muhammad! Jangan pernah memikirkan kata-katanya atau mengikuti jalannya. Kalau kamu lakukan itu, kamu tidak akan pernah mendapatkan ketenangan. Yang ada hanya masalah.”

Pada saat laki-laki itu berbalik menjauh, wanita itu menghentikannya, “Maaf, sebelum kita berpisah, boleh saya tahu namamu, anak muda?” Lalu laki-laki itu memberitahukannya dan wanita itu terkejut setengah mati.

“Maaf, apa yang kamu bilang? Kata-katamu tidak terdengar jelas. Telinga saya semakin tua, terkadang saya tidak bisa mendengar dengan baik. Kelihatannya lucu, saya pikir tadi saya mendengar kamu mengucapkan Muhammad.”

“Saya Muhammad,” laki-laki itu mengulang kata-katanya lagi pada wanita tua itu.

Wanita itu terpaku memandangi Rasulullah SAW. Tak berapa lama meluncur kata-kata dari mulutnya, “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya.“

Demikianlah Rasulullah SAW. Hanya dengan dua kata dari mulutnya yang mulia, serta dibekali dengan kerendahan hati, kesabaran, dan kewibawaan yang luar biasa, beliau sanggup mengubah hati seorang wanita tua yang sebelumnya sangat membencinya menjadi mencintainya hanya dalam waktu singkat.

Betapa agungnya pribadi beliau.

Referensi:
http;//www,altmuslim,com/a/a/a/missing_the_point/

Semoga Bermanfaat
Salam Santun Ukhuwah Karena-NYA

Kisah Hikmah; Suami Berhati Malaikat

Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak.

Dari sinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum.
Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib diatemani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka.

Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing. Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu agar semua anaknya dapat berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:

“Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu."

Sambil air mata si sulung berlinang.

"Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”. Si Sulung melanjutkan permohonannya.

”Anak-anakku...Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu , mungkin
bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian….*sejenak kerongkongannya tersekat*… kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.
Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini ?? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit." Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno..dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu……Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa....disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama… dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit...” Sambil menangis" Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya ..."BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH".

SUBHANALLAH,
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini.

BerSABAR lah wahai para istri


Bismillahirr Rahmanirr Rahim …

Ada sebuah kisah menarik tentang hal kesabaran seorang Istri. Pada zaman Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma'i, melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan, dia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara.

Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan dia melihat sebuah kemah. Terasing dan sendirian. Dia memacu kudanya ke arah sana dan mendapati seorang penghuni wanita muda dan jelita. Dia meminta air. Wanita itu berkata, “ Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku. Kalau engkau mau, ambillah.

Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Dia memandang kepulan debu dari kejauhan. “ Suamiku datang,” katanya. Wanita itu kemudian menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih pas jika disebut “bekas manusia”. Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut perempuan itu. Dia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.

Sebelum pergi, Al-Ashma'i bertanya kepada wanita itu, “ Engkau muda, cantik, dan setia. Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk?”

Jawaban wanita itu mengejutkan Al-Ashma'i. Perempuan tersebut berkata, “Rasulullah bersabda bahwa agama itu terdiri dari dua bagian : SYUKUR dan SABAR. Aku bersyukur karena Allah telah menganugerahkan kepadaku usia muda, kecantikan, dan perlindungan. Dia membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah agamaku. Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar.

Keberadaan Kita wahai para Istri sebagai partner suami menuntut kita untuk bersabar dalam segala hal. Rasulullah bersabda, “ Orang muslim jika dia bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguannya, maka dia lebih baik daripada orang muslim yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguannya.” (HR. At-Tirmidzi: 2431, dishahihkan oleh Al-Albani. Lihat: Shahih Al-Jami’: 6651)


SubhanALLAH


Semoga Bermanfaat
Salam Santun Ukhuwah Karena-NYA

SEDEKAH




Bismillahirr Rahmanirr Rahim ...

Hitungan matematika: 10-1 = 9

Hitungan sedekah: 10-1 = 10++++

~.~ ~.~ ~.~

Silakan saudara-saudariku terkasih yang mau share atau co-pas, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. Semoga pula Allah Ta'ala berikan pahala kepada yang membaca, yang menulis, yang menyebarkan, yang mengajarkan dan yang mengamalkan… Aamin, Aamiin, Aamiin ya Alloh ya Rabbal’alamin …
.
.

Sabtu, 21 Januari 2012

Anak Cacat Itu Bernama Salim ( Kisah Nyata )

--» ۞ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم ۞ «--

Belum sampai 30 tahun usiaku ketika istriku melahirkan anak pertamaku. Masih aku ingat malam itu, dimana aku menghabiskan malam bersama dengan teman-temanku hingga akhir malam, dimana waktu semalaman aku isi dengan ghibah dan komentar-komentar yang haram. Akulah yang paling banyak membuat mereka tertawa, membicarakan aib manusia, dan mereka pun tertawa.

Aku ingat malam itu, dimana aku membuat mereka banyak tertawa. Aku punya bakat luar biasa untuk membuat mereka tertawa. Aku bisa mengubah nada suara hingga menyeruapi orang yang aku tertawakan. Aku menertawakan ini dan itu, hingga tidak ada seorangpun yang selamat dari tertawaanku walaupun ia adalah para sahabatku. Hingga akhirnya sebagian dari mereka menjauhiku agar selamat dari lisanku.

Aku ingat pada malam itu aku mengejek seorang yang buta, yang aku melihatnya sedang mengemis di pasar. Lebih buruk lagi, aku meletakkan kakiku di depannya untuk mendorongnya hingga ia goyah dan jatuh, hingga dia berpaling dengan kepalanya dan tidak mengetahui apa yang ia katakan. Leluconku menyebabkan orang-orang yang ada di pasar tertawa.

Aku kembali ke rumah dalam keadaan terlambat seperti biasa. Aku mendapati istriku yang sedang menungguku tengah bersedih. Dia bertanya padaku, darimana saja aku? Aku menjawabnya dengan sinis, "Aku lelah." Kelelahan tampak jelas diwajahnya. Ia berkata dengan menangis tersedu, "Aku lelah sekali, tampaknya waktu persalinanku sudah dekat."

Dalam diamnya, air matanya menetes di pipinya. Aku merasa bahwa aku telah mengabaikan istriku dalam hal ini. Seharusnya aku memperhatikannya dan mengurangi begadangku, lebih khusus di bulan kesembilan dari kehamilannya ini. Akhirnya, aku membawanya ke rumah sakit dengan segera dan aku masuk ke ruang bersalin. Aku seakan merasakan sakit yang sangat beberapa saat. Aku menunggu persalinan istriku dengan sabar, tapi ternyata sulit sekali proses persalinannya. Aku menunggu lama sekali hingga aku kelelahan. Maka aku pulang ke rumah dengan meninggalkan nomor HP ku di rumah sakit dengan harapan mereka mengabariku.

Setelah beberapa saat, mereka menghubungiku dengan kelahiran Salim. Maka aku bergegas ke rumah sakit. Pertama kali mereka melihatku, aku bertanya tentang kamarnya. Tetapi mereka memintaku untuk menemui dokter yang bertanggung jawab dalam proses persalinan istriku. Aku berteriak kepada mereka: "Dokter apa? Aku hanya perlu melihat anakku." Akan tetapi mereka mengatakan: "Anda harus menemui dokter terlebih dahulu."

Akhirnya aku menemui dokter tersebut. Lantas dia berbicara kepadaku tentang musibah dan ridha terhadap takdir. Kemudian ia berkata: "Mata kedua anak anda buruk, dan sepertinya dia akan kehilangan penglihatannya!"

Aku menundukkan kepala dan berusaha mengendalikan ucapanku. Aku jadi teringat dengan pengemis buta yang aku dorong di pasar dan menertawakannya di hadapan manusia.

Maha Suci Allah, sebagaimana engkau mengutuk, maka engkau akan dikutuk. Aku sangat sedih dan tidak mengetahui apa yang aku katakan. Kemudian aku ingat istri dan anakku. Aku berterima kasih kepada dokter atas kelemah lembutannya, lantas aku berlalu dan tidak melihat istriku. Adapun istriku maka dia tidak bersedih, dia ridha dan beriman terhadap takdir Allah. Seringkali ia menasehatiku untuk menjaga diri dari menertawakan orang lain, dan ia juga senantiasa mengulang-ulanginya agar aku tidak ghibah.

Kami keluar dari rumah sakit bersama Salim. Sungguh, aku tidak banyak memperhatikannya. Aku menganggapnya tidak ada di rumah. Ketika tangisannya sangat keras, aku lari ke lorong untuk tidur di sana. Sedangkan istriku sangat memperhatikan dan mencintainya. Sebenarnya aku tidak membencinya, tetapi masih belum bisa mencintainya.

Salim pun semakin besar. Mulailah dia merangkak, akan tetapi cara merangkaknya aneh. Umurnya hampir setahun, dan mulailah dia berjalan. Maka semakin jelas jika dia pincang. Maka beban yang berada di pundakku semakin besar. Setelah itu istriku melahirkan anak yang normal setelahnya, Umar dan Khalid. Berlalulah beberapa tahun dan Salim semakin besar, dan tumbuh besar pula saudara-saudaranya. Aku sendiri tidak seberapa suka duduk-duduk di rumah, seringkali aku menghabiskan waktu bersama dengan teman-temanku.

Istriku tidak pernah putus asa untuk senantiasa menasehatiku. Dia senantiasa mendoakanku agar mendapat hidayah. Dia tidak pernah marah terhadap perbuatanku yang gegabah. Akan tetapi, ia sangat bersedih jika melihatku banyak memperhatikan saudara-saudara Salim, sementara kepada Salim aku meremehkannya. Salim semakin besar dan harapanku kepadanya juga semakin besar. Aku tidak melarang ketika istriku memintaku agar mendaftarkan Salim di salah satu sekolah khusus penyandang cacat. Tidak terasa aku telah melalui beberapa tahun hanya aku gunakan untuk bekerja, tidur, makan dan begadang dengan teman-temanku.

Pada hari Jumat, aku bangun pada pukul 11.00 waktu zhuhur. Dan ini masih terlalu pagi bagiku, dimana ketika itu aku diundang untuk menghadiri suatu perjamuan. Aku berpakaian, mengenakan wewangian dan hendak keluar. Aku berjalan melalui lorong rumah, namun wajah Salim menghentikan langkahku. Dia menangis dengan meluap-luap!

Ini adalah kali pertama aku memperhatikan Salim semenjak dia masih kecil. Telah berlalu 10 tahun, tetapi aku tidak pernah memperhatikannya. Aku mencoba untuk pura-pura tidak tahu, tetapi tidak bisa. Aku mendengarkan suaranya yang sedang memanggil ibunya, sementara aku sendiri berada di dalam kamar. Aku melihatnya dan berusaha mendekat kepadanya. Aku berkata: "Salim, mengapa engkau menangis?" Ketika mendengar suaraku, ia berhenti menangis. Maka ketika ia merasa aku telah berada di dekatnya, dia mulai merasakan apa yang ada di sekitarnya dengan kedua tangannya yang kecil. Dengan apakah dia melihat? Aku merasa bahwa dia berusaha untuk menjauh dariku!! Seolah-olah ia berkata: "Sekarang engkau telah merasakan keberadaanku. Dimana saja engkau selama 10 tahun yang lalu?!" Aku mengikutinya, ia masuk ke dalam kamarnya. Ia menolak memberitahukan kepadaku sebab dari tangisannya. Maka aku mencoba untuk berlemah lembut kepadanya. Mulailah Salim menjelaskan sebab tangisannya. Aku mendengar ucapannya, dan aku mulai bangkit.

Apakah kalian tahu apa yang menjadi sebabnya!! Saudaranya, Umar, terlambat, terlambat mengantarkannya pergi ke masjid, sebab ketika itu adalah shalat jumat, dia khawatir tidak mendapatkan shaf pertama. Ia memanggil Umar, ia memanggil ibunya, akan tetapi tidak ada yang menjawabnya, akhirnya ia menangis. Aku melihat airmata yang mengalir dari kedua matanya yang tertutup. Aku belum bisa memahami kata-katanya yang lain. Aku meletakkan tanganku kepadanya dan berkata: "Apakah untuk itu engkau menangis, wahai Salim...?!"

Dia berkata, "Ya..."

Aku telah lupa dengan teman-temanku, aku telah lupa dengan undangan perjamuan.

Aku berkata: "Salim, jangan bersedih! Tahukah engkau siapakah yang akan berangkat denganmu pada hari ini ke Masjid?"

Ia berkata: "Dengan Umar tentunya, tetapi ia selalu terlambat."

Aku berkata: "Bukan, tetapi aku yang akan pergi bersamamu."

Salim terkejut, ia seakan tidak percaya. Dia mengira aku mengolok-oloknya. Dia meneteskan airmata kemudian menangis. Aku mengusap airmatnya dengan tanganku dan aku pegang tangannya. Aku ingin mengantarkannya dengan mobil, tetapi ia menolak seraya mengatakan: "Masjidnya dekat, aku hanya ingin berjalan menuju masjid!"

Aku tidak ingat kapan kali terakhir aku masuk ke dalam masjid. Akan tetapi ini adalah kali pertama aku merasakan adanya takut dan penyesalan atas apa yang telah aku lalaikan selama beberapa tahun belakangan. Masjid itu dipenuhi dengan orang-orang yang shalat, kecuali aku mendapati Salim duduk di shaf pertama. Kami mendengarkan khutbah jumat bersama, dan dia shalat di sampingku. Bahkan, sebenarnya akulah yang shalat di sampingnya.

Setelah shalat, Salim meminta kepadaku sebuah mushaf. Aku merasa aneh, bagaimana dia akan membacanya padahal ia buta? Aku hampir saja mengabaikan permintaannya dan berpura-pura tidak mengetahui permintaannya. Akan tetapi aku takut jika aku melukai perasaannya. Akhirnya aku mengambilkan sebuah mushaf. Aku membuka mushaf dan memulainya dari surat al Kahfi. Terkadang aku membalik-balik lembaran, terkadang pula aku melihat daftar isinya. Maka ia mengambil mushaf itu dari tanganku kemudian meletakkannya. Aku berkata: "Ya Allah, bagaimana aku mendapatkan surat al kahfi, aku mencari-carinya hingga mendapatkannya di hadapannya!!"

Mulailah ia membaca surat itu dalam keadaan kedua matanya tertutup. Ya Allah...!! Ia telah hafal surat al Kahfi secara keseluruhan...!

Aku malu pada diriku sendiri. Aku memegang mushaf, namun aku rasakan seluruh anggota badanku menggigil. Aku baca dan aku baca. Aku berdoa kepada Allah agar mengampuniku dan memberi petunjuk kepadaku. Aku tidak kuasa, maka mulailah aku menangis seperti anak kecil. Manusia masih berada di masjid untuk mendirikan shalat sunnah. Aku malu pada mereka, maka mulailah aku menyembunyikan tangisanku. Maka berubahlah tangisan itu menjadi isakan.

Aku tidak merasakan apa-apa ketika itu kecuali melalui tangan kecil yang meraba wajahku dan mengusap kedua airmataku. Dialah Salim!! Aku dekap dia ke dadaku dan aku melihatnya. Aku berkata kepada diriku sendiri, "Engkau tidaklah buta wahai anakku, akan tetapi akulah yang buta, ketika aku bersyair di belakang orang fasiq yang menyeretku ke dalam api neraka."

Kami kembali ke rumah. Istriku sangat gelisah terhadap Salim. Namun seketika itu juga kegelisahannya berubah menjadi airmata kebahagiaan ketika ia mengetahui bahwa aku telah shalat jumat bersama Salim.

Sejak saat itu, aku tidak pernah ketinggalan untuk mendirikan shalat jamaah di masjid. Aku telah meninggalkan teman-teman yang buruk. Sekarang aku telah mendapatkan banyak teman yang aku kenal di masjid. Aku merasakan nikmatnya iman bersama mereka. Aku mengetahui dari mereka banyak hal yang dilalaikan oleh dunia. Aku tidak pernah ketinggalan mendatangi kelompok-kelompok pengajian atau shalat witir. Aku telah mengkhatamkan al Quran beberapa kali dalam sebulan. Lisanku telah basah dengan dzikir agar Allah mengampuni dosa-dosaku berupa ghibah dan menertawakan manusia. Aku merasa lebih dekat dengan keluargaku. Hilang sudah ketakutan dan belas kasihan yang selama ini ada di mata istriku. Senyuman tidak pernah pergi menjauhi wajah anakku, Salim. Siapa yang melihatnya akan mengira bahwa dia adalah seorang malaikat dunia beserta isinya. Aku banyak memuji Allah atas segala nikmat-Nya.

Suatu hari, teman-temanku yang shalih menetapkan diri melakukan safar untuk berdakwah. Aku ragu-ragu untuk pergi. Aku melakukan istikharah dan bermusyawarah dengan istri. Aku merasa dia akan menolak keinginanku. Akan tetapi ternyata sebaliknya, ia menyetujui keinginanku! Aku sangat bahagia, bahkan ia memotivasiku. Dia telah melihat masa laluku, dimana aku melakukan safar tanpa musyawarah dengannya sebagai bentuk kefasiqan dan perbuatan jahat.

Aku menghadap ke arah Salim. Aku mengabarinya jika aku hendak melakukan safar. Maka dia memegangku dengan kedua tangannya yang masih kecil sebagai ungkapan selamat jalan.

Aku telah meninggalkan rumahku lebih dari satu bulan. Selama itu, aku masih senantiasa menghubungi istriku dan juga berbicara kepada anak-anakku selama ada kesempatan. Aku sangat rindu kepada mereka. Ah, betapa rindunya aku kepada Salim. Aku sangat ingin mendengarkan suaranya. Dialah satu-satunya yang belum berbicara denganku semenjak aku melakukan safar. Bisa jadi karena dia berada di sekolah, bisa juga dia berada di masjid ketika aku menghubungi mereka.

Setiap kali aku berbicara dengan istriku perihal kerinduanku padanya (Salim), maka ia tertawa suka cita dan bahagia. Kecuali kali terakhir aku meneleponnya, aku tidak mendengar tawanya seperti biasa, suaranya berubah.

Aku berkata kepadanya: "Sampaikan salamku kepada Salim." Istriku menjawab: "Insya Allah...!" Kemudian ia terdiam.

Terakhir, aku pun kembali ke rumah. Aku ketuk pintu. Aku berangan-angan jika Salim yang akan membukakan pintu itu. Akan tetapi, aku mendapati anakku Khalid yang usianya belum sampai 4 tahun membukakan pintu. Aku gendong dia, dan dia berteriak-teriak: "Baba...baba..."

Aku tidak tahu kenapa dadaku berdebar ketika memasuki rumah.

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Istriku menyambutku. Wajahnya mulai berubah, seolah-olah kebahagiaannya dibuat-buat.

Aku perhatikan ia baik-baik kemudian aku bertanya: "Ada apa denganmu?"

Ia berkata: "Tidak apa-apa."

Tiba-tiba aku teringat Salim, maka aku berkata: "Dimana Salim."

Istriku menundukkan wajahnya dan tidak menjawab. Airmata yang masih hangat menetes di pipinya.

Aku berteriak, "Salim...! Di mana Salim?"

Aku mendengar suara anakku Khalid yang hanya bisa mengatakan: "Baba..."

"Salim telah melihat surga," kata istriku.

Istriku tidak kuasa dengan situasi ketika itu. Ia hendak menangis, hampir saja ia pingsan. Maka kemudian aku keluar dari kamar.

Aku tahu setelah itu, bahwa Salim terserang panas yang sangat tinggi beberapa hari sebelum kedatanganku. Istriku telah membawanya ke rumah sakit, ketika tiba disana maka ia menghembuskan nafas terakhir. Ruhnya telah meninggalkan jasadnya.

Aku mengira, anda semua wahai para pembaca akan menangis, dan air mata anda akan mengalir sebagaimana air mata kami juga mengalir. Anda akan tersentuh sebagaimana kami juga tersentuh. Aku berharap Anda semua tidak lupa untuk mendoakan Salim, lebih khusus lagi bagi ibunya yang tetap teguh menjalankan tugasnya walaupun suaminya pergi. Jadilah ibu tersebut seperti perusahaan sebenarnya yang menghasilkan kaum laki-laki yang kuat. Semoga Allah membalas amal kebaikannya.

Sumber diambil Dari Majalah Qiblati edisi 02 thn VII Yang Berjudul "Allah Azza wa Jalla Memberi Hidayah Kepada Siapa Yang Ia Kehendaki.

Wanita yang Lisannya Al-Qur'an

Seorang wanita tua duduk di atas sebatang kayu (pohon) dalam perjalanan menunaikan ibadah haji. Hadhrat Abdullah bin Mubarak rahimahullah kebetulan melewati jalan itu. Ia juga hendak menuju ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji dan mengunjungi makam Nabi shallallahu alaihi wasallam. Melihat seorang wanita yang terlihat khawatir dan kesulitan, ia berkata kepadanya. Pembicaraan tersebut dikisahkan sebagai berikut:

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Assalamu’alaikum warahmatullah.”

Sang wanita: “(Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS Yasin [36] : 58). Dia bermaksud bahwa jawaban salam adalah dari Allah Ta’ala, Kemudian dia berkata lagi:

“Barangsiapa yang Allah sesatkan , maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk.” (QS Al-A’raaf [7] : 186). Maksudnya dia sedang tersesat.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Darimana asalmu?”

Sang Wanita: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha.” (QS al-Israa [17] : 1) Maksudnya dia berasal dari Masjidil Aqsa

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Sudah berapa lama anda disini?”

Sang Wanita: “selama tiga malam: (QS Maryam [19] : 10)

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Bagaimana anda makan?”

Sang Wanita: “dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, (QS Asy-Su’ara [26] : 79)” Maksudnya dengan satu cara atau lainnya, Allah member makan kepadanya.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Adakah air untuk berwudhu?”

Sang Wanita: “kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).” (QS An-Nisaa [4] : 43). Maksudnya dia melakukan tayammum karena tidak menemukan air.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Ini ada sedikit makanan, ambillah!”

Sang Wanita: “sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,” (QS Al-Baqarah [2] : 187). Dia ingin menunjukkan bahwa dia sendang berpuasa.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Ini bukan bulan Ramadhan.”

Sang Wanita: “Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2] : 156). Maksudnya ia melaksanakan puasa sunnah.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Membatalkan puasa dalam perjalanan diperbolehkan.”

Sang Wanita: “Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.: (QS Al-Baqarah [2] : 184)

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Bicaralah sebagaimana saya berbicara.”

Sang Wanita: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaaf [50] : 18). Maksudnya karena setiap perkataan seseorang diawasi dan dicatat, maka dia bersikap hati-hati dengan berbicara hanya dengan kata-kata di dalam Al-Qur’an.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Dari suku mana asalmu?”

Sang Wanita: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Israa [17] : 36). Maksudnya bahwa hal-hal yang engkau tidak memiliki pengetahuan tentangnya dan bukan merupakan urusanmu, engkau hanya membuang-buang waktu dengan menanyakannya.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Maaf, saya sungguh telah berbuat kesalahan.”

Sang Wanita: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu).” (QS Yusuf [12] : 92)

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Maukah anda berkendaraan dengan untaku dan menemui kelompokmu?”

Sang Wanita: “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.” (QS Al-Baqarah [2] : 197). Maksudnya jika anda berbuat baik kepadakum Allah akan memberikan balasan bagimu.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Kalau begitu naiklah.” Lalu beliau menundukkan untanya (yakni membuat untu itu duduk agar dapat dinaiki wanita tersebut, -pnet).

Sang Wanita: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya.” (QS An-Nuur [24] : 30). Hadhraat Adullah memahaminya dan berpaling. Ketika wanita tersebut menaiki unta, unta tersebut menyentak dan pakaian wanita tersebut terlilit di pelana dan dia pun berseru: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS Asy-Syuura [43] : 30). Dengan kata lain, ia hendak memint aperhatian Hadhrat Abdullah bin Mubarak rahimahullah terhadap kecelakaan tersebut.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) memahaminya dan ia mengikat kaki unta dan meluruskan tali pelana. Wanita tersebut memuji kecekatan dan kemampuannya dengan mengakatan: “maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman” (QS Al-Anbiyaa [21] : 79).

Ketika perjalanan akan dimulai, wanita itu membaca ayat yang dibaca ketika melakukan perjalanan: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami". (QS Az-zukhruf [43] : 13-14)

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) memegang tali kekang unta tersebut. Dia mulai menyenandungkan Huddi, nasyid Arab yang terkenal di dalam perjalanan dan dia mulai berjalan dengan cepat.

Sang Wanita: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.” (QS Luqma [31] : 19) Hadhrat Abdullah bin Mubarak memahaminya. Dia mulai berjalan lebih lambar dan merendahkan suaranya.

Sang Wanita: “bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an.” (QS Al-Muzammil [73[ : 20). Maksudnya, daripada menyenandungkan Huddi, iia sebaiknya membaca Al-Qur’an.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) mulai membaca Al-Qur’an.

Sang wanita menjadi sangat senang dan berkata: “Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS Al-Baqarah [2] : 269)

Setelah membaca Al-qur’an selama beberapa saat, Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) bertanya kepada wanita tersebut jika ia mempunyai suami: “Wahai bibi, apakah anda mempunyai suami?” (maksudnya apakah dia masih hidup)

Sang Wanita: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu,” Wanita itu bermaksud mengatakan bahwa seharusnya tidak ada perntanyaan mengenai hal tersebut, yang menunjukkan mungkin suamina telah meninggal.
Akhirnya mereka pun dapat menyusul rombangan wanita itu.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Apakah anda memiliki anak atau kerabat dalam romongan itu yang memiliki hubungan denganmu?”

Sang Wanita: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” Dia bermasud bahwa dia memiliki anak-anak bersama rombongan tersebut dan mereka membawa perbekalan bersamanya.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Apa yang dilakukan oleh anak-anakmu untuk rombongan ini? (Maksud pertanyaan Hadhrat Abdullah adalah untuk memudahkan mengenali anak-anak wanita tersebut).

Sang Wanita: “dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS Al-Nahl [16] : 16). Maksudnya bahwa anaknya adalah penunjuk jalan bagi rombongan tersebut.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “Bisakah anda mengatakan nama mereka kepadaku?”

Sang Wanita: “Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS An-Nisaa [4] : 125). “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu.” (QS Maryam [19] : 12). “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung .” (QS An-Nisaa [4[ : 164). Dengan membaca ayat-ayat ini, wanita tersebut mengabarkan bahwa nama anak-anaknya adalah Yahya, Ibrahim dan Musa.

Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) memanggil nama-nama tersebut dari romongan itu dan tiga orang anak muda segera mendekat.

Sang Wanita: “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu” (QS Al-Kahfi [18] : 19). Dengan kata lain dia memerintahkan anak-anaknya untuk member makan Hadhrat Abdullah.

Ketika makanan telah dibawakan, dia berkata kepada Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah): “"Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu". (QS Al-Haaqah [69] : 24), dan bersama ayat tersebut dia membaca ayat lain, maksudnya adalah untuk menunjukan rasa terima kasihnya kepada Hadrath Abdullah atas kebaikannya. Ayat tersebut adalah: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS Ar-Rahmaan [55] : 60)

Percakapan merreka berakhir pada ayat ini. Anak wanita itu mengabarkan kepada Hadhrat Abdullah bin Mubarak (rahimahullah) bahwa ibunya telah berbicara dengan cara seperti itu, yakni hanya menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dalam perkataannya, selama 40 tahun terakhir.

Diterjemahkan dari The Lady Whose Tongue is The Quran, sebagaimana yang terdapat dalam artikel abdurrahman [dot] org.

Jumat, 06 Januari 2012

Cara Rasulullah Menjaga Kesehatan Diri



 
PETUA IMAM SYAFIE

Empat perkara menguatkan badan
1. makan daging
2. memakai haruman
3. kerap mandi
4. berpakaian dari kapas

Empat perkara melemahkan badan
1. banyak berkelamin (bersetubuh)
2. selalu cemas
3. banyak minum air ketika makan
4. banyak makan bahan yang masam

Empat perkara menajamkan mata
1. duduk mengadap kiblat
2. bercelak sebelum tidur
3. memandang yang hijau
4. berpakaian bersih

Empat perkara merosakan mata
1. memandang najis
2. melihat orang dibunuh
3. melihat kemaluan
4. membelakangi kiblat

Empat perkara menajamkan fikiran
1. tidak banyak berbual kosong
2. rajin bersugi (gosok gigi)
3. bercakap dengan orang soleh
4. bergaul dengan para ulama

4 CARA TIDUR

1. TIDUR PARA NABI
Tidur terlentang sambil berfikir tentang kejadian langit dan bumi.

2. TIDUR PARA ULAMA' & AHLI IBADAH
Miring ke sebelah kanan untuk memudahkan terjaga untuk solat malam.

3. TIDUR PARA RAJA YANG HALOBA
Miring ke sebelah kiri untuk mencernakan makanan yang banyak dimakan.

4. TIDUR SYAITAN
Menelungkup/tiarap seperti tidurnya ahli neraka.

doa.
zikir.
itulah kekuatan seorang muslim :)

Kalau rajin..tolong sebarkan maklumat ini kpd saudara Muslim Muslimat yg lain agar menjadi amalan kpda kita semua. Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun beliau sudah meninggal. ♥sharing is caring ♥
tarbiah,dakwah & kehidupan :) kami tidak mencari kemasyuran itu tapi kami hanya mengharapkan bekalan untuk disana nanti ♥